Ditjen Keuangan Daerah sudah mendorong
pemerintah daerah agar menerapkan PKK-BLUD Bidang Kesehatan. Harus
diakui, belum semua Puskesmas khususnya di daerah-daerah terpencil
menerapkan PPK-BLUD. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum, yang namanya
birokrasi pasti ada rigiditas, terutama di bidang keuangan. Pemerintah
mengingatkan bahwa PPK-BLUD bukanlah BUMD yang sudah mengedepankan
keuntungan perusahaan (profit oriented). Karena, akuntabilitas
pengelolaan keuangan BLUD masih di dalam entitas pemerintah daerah,
belum dipisahkan. “Uangnya ada di APBD. Kalau tidak ada di APBD namanya
bukan PPK-BLUD, melainkan BUMD, di mana asetnya sudah dipisahkan,’’kata
Yuswandi A. Temenggung saat memberikan sambutan dan pengarahan pada
acara pemantapan penerapan PPK-BLUD di Tingkat Pusat dan Daerah, di
Jakarta. Harus dipahami bahwa BLUD bukan sebuah badan seperti halnya
Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) atau Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Untuk itu, SKPD bisa menerapkan PPK-BLUD, baik Unit Pengelola
Teknis (UPT), RSUD, maupun Puskesmas. Ditjen Keuangan Daerah sangat
mendorong rumah sakit untuk menerapkan PPK-BLUD. Sebab, dari sisi SDM,
aksesibilitas informasinya sudah bisa dilakukan dengan baik. Pemerintah
optimis RSUD yang menerapkan PPK- BLUD tidak akan mengalami kerugian
dari sisi operasional. Untuk itu, bagi daerah yang rumah sakitnya belum
menerapkan PPK-BLUD agar segera menerapkannya. Satu hal yang perlu
diperhatikan terkait dengan implementasi BLUD, adalah aspek SDM.
Misalnya, bagaimana hubungan Puskesmas dengan SKPD Dinas Kesehatan.
Apakah sudah berjalan dengan baik. Tahun 2014, pemerintah memiliki
agenda besar, yakni implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Meskipun bukan merupakan sesuatu yang baru, terutama bagi SKPD yang
berkecimpung dalam bidang kesehatan. Program JKN ini perlu
disosialisasikan kepada daerah. Di tingkat nasional, kita mempunyai
program Jamkesmas. Demikian pula sejumlah pemerintah daerah menggulirkan
program Jamkesmas dan Jamkesda secara bertahap tidak akan berlaku lagi.
Oleh
karena itu, dalam setiap kegiatan Sosialisasi Pedoman Penyusunan APBD
TA 2014 kepada Sekda, Ketua DPRD,TAPD, dan Banggar, pemerintah selalu
menginformasikan pentingnya program JKN. Kita harus sepakat
mengakselerasi program Jamkesda. Dalam hal ini, perlu ada kerjasama
antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah Pusat perlu menjembatani
agar dana yang telah dialokasikan ke Jamkesda bisa berlanjut
terintegrasi dengan Jamkesmas, yang namanya berubah menjadi JKN.
Kemendagri bersama Kemenkes perlu menginformasikan masalah ini kepada
daerah agar lebih intens. Kita berharap ada proses komunikasi yang baik
di daerah, terutama SKPD yang menangani urusan kesehatan dengan TAPD.
Untuk itu, Kemendagri merasa perlu mengundang Kementerian Kesehatan dan
Dewan JKN agar bisa membantu pemerintah daerah mentransfer pengetahuan
terkait kesiapan daerah dalam konteks penerapan JKN 2014. Kemendagri
juga perlu memberikan catatan tentang kualitas belanja. Data menyebutkan
bahwa kualitas belanja APBD masih perlu ditingkatkan, di mana porsi
belanja aparatur (untuk gaji pegawai) masih cukup besar. Selain
pengurangan porsi belanja aparatur, pemerintah daerah juga memiliki
alokasi pendanaan untuk pengembangan kapasitas infrastruktur terkait
dengan kesehatan. Diharapkan, Kemenkes sudah memiliki peta distribusi
pembangunan infrastruktur kesehatan. Kemenkes juga bisa menyalurkan
alokasi dana dalam bentuk DAK kesehatan. Daerah memiliki kewenangan
untuk menggunakan DAK sesuai peruntukkannya. Bagi,daerah DAK cukup
penting dalam rangka pembangunan infrastruktur, khususnya di bidang
kesehatan. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa belanja modal itu
sifatnya “tidak abadi”, dengan kata lain akan mengalami penyusutan.
Terkait dengan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur di bidang
kesehatan, hal itu juga akan menyebabkan penyusutan. Dengan demikian,
diperlukan updating untuk menjaga ritme pelayanan di bidang kesehatan
agar tetap dalam kondisi prima.
Saat
ini yang perlu diperhatikan adalah skenario-skenario JKN 2014. Dalam
hal ini, daerah agar mendiskusikan masalah tersebut secara detail
operasional penerapan PPK-BLUD. Juga, perlu dicari pula dimana
bottlenecking (sumbatannya), tetapi tetap di dalam satu paying
(peraturan). Perlu dipahami pula mengapa PPK-BLUD menggunakan Rencana
Bisnis dan Anggaran (RBA). Tentu, karena PPK-BLUD merupakan unit
pelayanan yang dikelola secara bisnis, meskipun misi utamanya tidak
untuk mencari keuntungan (non-profit oriented). Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara jelas menyebutkan bahwa setiap
uang di APBD dalam penggunaannya perlu dibuatkan Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA). Kalau RKA tidak dibuat maka menyalahi undang-undang.
Untuk itu, jika pada SKPD lain disebut RKA maka di BLUD disebut RBA.
“Jangan sampai rumah sakit menggunakan dana APBD tidak ada RBA-nya.
Sekali lagi daerah perlu memahami masalah ini,”ujur Yuswandi. Kita
berharap dengan diberlakukannya JKN pada 2014, sudah tidak ada lagi
daerah yang masih belum paham terkait dengan PPK-BLUD. Sejak 2014,
diharapkan sudah tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan
BLUD. Yang kita harapkan 2014 itu sudah melakukan ekstensifikasi seluruh
Puskesmas. Kita harus mempersiapkan segala sesuatu serta berkomunikasi
langsung dengan BPJS di 2014. Perlu disampaikan bahwa fungsi pelayanan
publik yang menggunakan PPK-BLUD diharapkan tidak tertinggal dari
swasta. Kita pun perlu melakukan inventarisasi permasalahan yang mungkin
timbul terkait dengan penerapan PPK-BLUD dan JKN 2014. Harapan kita,
tahun 2014 akan lebih baik disbanding tahun-tahun sebelumnya.
Sumber : Keuda Mendagri