-->
banner
banner

Followers

Total Pageviews

Wednesday 12 October 2016

Buletin Teknis Nomor 21 tentang Akuntansi Transfer Berbasis Akrual

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Lampiran I memuat standar akuntansi berbasis akrual yang diterapkan paling lambat tahun 2015. Basis akrual adalah pengakuan pendapatan-laporan operasional (pendapatan-LO), beban, aset, kewajiban dan ekuitas. Basis akrual berarti bahwa pendapatan diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan.
Pada praktik penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) berbasis kas menuju akrual menunjukkan masih terdapat berbagai penafsiran dalam pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pos-pos dalam laporan keuangan. Salah satu penyebabnya karena PSAP menetapkan secara umum mengenai identifikasi, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pos-pos laporan keuangan sedangkan praktik yang terjadi sangat beragam. Guna menghindari terjadinya berbagai macam penafsiran dimaksud, KSAP memandang perlu menyusun penjelasan lebih lanjut akuntansi atas pos-pos pada laporan keuangan sesuai dengan karakteristiknya dan praktik yang berlangsung.
Secara substansial, terdapat tiga lingkup dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. Adanya pemerintah yang memiliki kewenangan yang lebih luas dalam memperoleh pendapatan akan menghasilkan penerimaan pajak atau bukan pajak yang lebih besar. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, hal tersebut menimbulkan kewajiban menyalurkan sebagian pendapatannya kepada pemerintahan yang memiliki kewenangan lebih sempit melalui mekanisme transfer atau yang dikenal dengan sistem desentralisasi fiskal.
Pada sistem desentralisasi fiskal, Pemerintah Pusat harus menyalurkan sebagian pendapatannya kepada pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, untuk mendanai operasional fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban daerah. Selain itu, transfer antar pemerintahan juga berlaku dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota.
 1.2. Tujuan
Secara umum buletin teknis ini dimaksudkan untuk memberikan panduan agar terdapat kesamaan pemahaman tentang cara mengakui, mengukur, dan menyajikan transfer, baik tranfer masuk maupun keluar, bagi penyusun dan pengguna laporan keuangan, maupun institusi yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah. Buletin teknis ini juga dimaksudkan untuk melengkapi PSAP 01, 02 & 12 Lampiran I, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP yang berbasis akrual.
1.3. Ruang Lingkup
Buletin teknis ini diterapkan dalam akuntansi untuk seluruh transaksi yang berkaitandengan transfer, yaitu:
a. Beban Transfer;
b. Pendapatan Transfer-LO;
c. Utang Transfer;
d. Piutang Transfer; dan
e. Pendapatan Transfer LRA dan Belanja Transfer.
Dengan sebagian besar pendapatan masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan di lain pihak pelayanan kepada masyarakat menjadi kewenangan daerah, maka  mekanisme transfer menjadi tumpuan utama. Pada desentralisasi fiskal yang mengutamakan bidang pengeluaran, Pemerintah Pusat bertindak sebagai entitas penyalur dan pemerintah daerah lebih dalam posisi pasif dalam menerima penyaluran transfer. Hal tersebut berdampak kebijakan transfer lebih didominasi oleh entitas penyalur. Dengan latar belakang tersebut, maka urutan pembahasan dimulai dari beban transfer.
Pada praktik transfer antar entitas bisa timbul utang dan piutang transfer. Utang dan piutang transfer ini sebagai akibat rentetan transaksi beban dan pendapatan transfer. Beban transfer yang belum disalurkan akan menjadi utang, sebaliknya penyaluran yang melampaui beban yang seharusnya akan menjadi piutang transfer. Pendapatan operasional transfer yang belum diterima akan menjadi piutang transfer bagi entitas penerima, namun jika penyaluran kas diterima berlebih akan menjadi utang. Oleh karena utang dan piutang transfer merupakan peristiwa yang melekat pada beban dan pendapatan, selain menjadi bab tersendiri pembahasan piutang dan utang transfer juga akan menjadi bagian dari bab mengenai beban dan pendapatan.
Substansi pembahasan dalam buletin teknis ini terbatas pada transfer antar entitas  pemerintahan yang melibatkan entitas Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan  pemerintah kabupaten/kota. Bultek ini tidak membahas transfer yang diterima oleh desa,  tetapi mengatur perlakuan akuntansi penyaluran transfer dari entitas pemerintah kabupaten/kota ke desa. Pembahasan dalam buletin teknis ini juga mencakup perlakuan akuntansi penyaluran dana transfer kepada entitas untuk diterus-salurkan kepada entitas lainnya dimana entitas penerima transfer tidak punya kewenangan untuk memanfaatkannya dalam rangka kinerja operasional pemerintahannya.
Pada pola transfer yang berjalan saat ini, berdasar kewenangan pemanfaatan dana transfer yang diterima dapat dibedakan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah dana transfer yang pemanfaatan sepenuhnya menjadi kewenangan penerima untuk membelanjakannya sehingga keluaran atau hasil dari belanja dimaksud sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kinerja entitas penerima transfer dimaksud. Kelompok kedua adalah dana transfer yang diterima untuk diterus-salurkan kepada entitas lainnya. Dalam hal ini entitas penerima dana transfer tidak berwenang memanfaatkan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sehingga dana transfer dimaksud bukan merupakan pendapatan dan dengan demikian pemanfaatannya pun bukan merupakan beban dari entitas.
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 
banner
loading...

Delivered by FeedBurner